Industri kerajinan kayu, rotan, dan bambu Indonesia memiliki potensi besar untuk menembus pasar global. Permintaan internasional untuk produk ramah lingkungan dan berkualitas semakin tinggi, dan produk Indonesia diakui memiliki nilai seni dan kualitas yang menarik. Jika Anda berniat untuk memprospek market Internasional, berikut adalah panduan ekspor yang dapat membantu Anda memahami lebih dalam tentang pasar tujuan, standar produk, dan prosedur yang perlu dipersiapkan.
Landscape Ekspor Kerajinan Kayu, Rotan, dan Bambu dari Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan
Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Perdagangan dan Badan Pusat Statistik, beberapa negara tujuan utama ekspor kerajinan kayu, rotan, dan bambu Indonesia adalah Amerika Serikat, Eropa (terutama Jerman, Prancis, dan Belanda), Jepang, Timur Tengah, dan Korea Selatan.
- Amerika Serikat (30%)
Amerika menjadi pasar terbesar untuk produk furnitur dan kerajinan Indonesia karena permintaan tinggi untuk produk yang berkelanjutan dan estetis. Mereka sangat ketat dalam standar keamanan dan ramah lingkungan, termasuk regulasi dari EPA. - Uni Eropa (25%)
Negara-negara Uni Eropa seperti Jerman, Prancis, dan Belanda merupakan pasar potensial dengan persyaratan lingkungan yang sangat ketat. Mereka membutuhkan sertifikasi seperti FSC dan mematuhi regulasi seperti EUDR yang akan diberlakukan mulai 2025. - Jepang (15%)
Jepang menyukai produk dengan desain minimalis dan alami. Mereka menerapkan standar Japanese Agricultural Standard (JAS) dan Eco Mark yang memastikan produk kayu berasal dari sumber legal dan ramah lingkungan. - Timur Tengah (10%)
Abu Dhabi dan Qatar adalah pasar yang berkembang, dan mereka mulai meningkatkan regulasi keberlanjutan melalui sistem seperti Estidama Pearl Rating dan Qatar Sustainability Assessment System. - Korea Selatan (10%)
Korea Selatan merupakan pasar penting bagi produk ramah lingkungan. Standar Korea Eco-Label dan pengawasan dari Korea Environmental Industry and Technology Institute (KEITI) berlaku untuk produk finishing furnitur.
Standar Produk Furnitur dan Kerajinan yang Perlu Diperhatikan
Memenuhi standar internasional adalah kunci untuk memastikan produk kerajinan diterima di pasar global. Berikut adalah beberapa standar yang perlu diperhatikan:
- Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK):
Sertifikasi ini adalah keharusan bagi produk berbahan kayu untuk memastikan sumber bahan baku legal dan berkelanjutan. SVLK memberikan jaminan bahwa produk kayu yang diekspor memenuhi standar legalitas di Indonesia, menjaga kredibilitas produk dan menjawab kekhawatiran pasar internasional tentang praktik illegal logging. - Kadar Kelembaban (Moisture Content):
Kadar kelembaban pada produk furnitur harus berkisar antara 8% hingga 12%. Kelembaban yang tepat mencegah furnitur mengalami deformasi atau kerusakan akibat perubahan suhu dan cuaca selama proses pengiriman dan pemakaian. Produk dengan kadar kelembaban berlebih biasanya lebih mudah rusak dan tidak tahan lama. - Penggunaan Bahan Ramah Lingkungan:
Eropa dan Amerika sangat ketat dalam hal produk ramah lingkungan. Maka dari itu, disarankan menggunakan finishing yang memiliki sertifikasi green label. Bahan finishing ini tidak hanya aman bagi lingkungan, tetapi juga semakin diminati oleh konsumen global yang peduli pada isu lingkungan. - Konsistensi dan Presisi Produk:
Pastikan ukuran, warna, dan bentuk produk memiliki konsistensi yang terjaga dengan toleransi maksimal 0,2%. Kualitas yang seragam menunjukkan profesionalisme dalam produksi dan meningkatkan kepercayaan konsumen pada brand Anda.
Langkah-langkah Ekspor dan Dokumen yang Diperlukan
Agar proses ekspor berjalan lancar, pelaku usaha perlu menyiapkan beberapa langkah dan dokumen penting berikut:
- Registrasi Perusahaan:
Pastikan perusahaan memiliki izin usaha yang lengkap, termasuk Akta Notaris Perusahaan, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan Surat Keterangan Domisili. - Nomor Induk Kepabeanan (NIK):
NIK diperlukan untuk proses ekspor dan dikeluarkan oleh Bea Cukai Indonesia. Ini menjadi identitas perusahaan dalam kegiatan ekspor. - Eksportir Terdaftar Produk Industri Kayu (ETPIK):
Untuk produk berbasis kayu, eksportir harus terdaftar dalam ETPIK yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. - Dokumen Utama:
Dokumen utama dalam proses ekspor meliputi:- Commercial Invoice dan Packing List: Berisi rincian harga, jumlah, dan detail produk.
- Bill of Lading atau Airway Bill: Bukti pengiriman barang.
- Certificate of Origin (COO): Untuk menunjukkan asal produk dari Indonesia dan sering kali mempengaruhi bea masuk di negara tujuan.
- Surat Keterangan Asal (SKA): Khusus untuk mendapatkan tarif preferensial di beberapa negara.
- Dokumen Tambahan:
Jika diperlukan oleh negara tujuan, sertakan juga:- Sertifikat SVLK atau FSC untuk produk kayu.
- Sertifikat Fitosanitari untuk memastikan produk bebas hama.
- Sertifikat Fumigasi untuk memastikan barang bebas dari jamur atau serangga.
- Asuransi Pengiriman untuk melindungi dari risiko kerusakan selama pengiriman.
Standar Keamanan Finishing pada Produk Furnitur dan Kerajinan
Standar keamanan untuk finishing furnitur juga sangat penting bagi pelaku industri yang ingin mengekspor produknya ke berbagai negara. Setiap kawasan memiliki aturan spesifik terkait zat kimia dan senyawa berbahaya dalam bahan finishing untuk melindungi konsumen dari risiko kesehatan. Berikut adalah beberapa standar yang perlu diperhatikan untuk produk finishing furnitur di beberapa kawasan:
1. Uni Eropa
- European Chemicals Agency (ECHA):
ECHA mengawasi regulasi REACH (Registration, Evaluation, Authorisation, and Restriction of Chemicals) yang mengatur penggunaan bahan kimia dalam produk, termasuk finishing furnitur. REACH melarang atau membatasi penggunaan zat berbahaya tertentu, seperti logam berat, formaldehida, dan senyawa Volatile Organic Compounds (VOC) tinggi. Finishing harus memenuhi standar rendah emisi VOC untuk diekspor ke Eropa. - European Union Ecolabel:
Label ini memastikan bahwa produk finishing tidak mengandung zat kimia berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Produk yang memperoleh Ecolabel menunjukkan bahwa mereka memenuhi standar keamanan lingkungan yang ketat, termasuk kandungan VOC yang rendah.
Baca juga: Regulasi Baru EUDR, Bagaimana Dampaknya bagi Industri Kayu di Indonesia?
2. Amerika Serikat
- Environmental Protection Agency (EPA):
EPA memiliki regulasi ketat terkait emisi formaldehida pada produk kayu komposit, termasuk furnitur. Standar formaldehida berlaku untuk pelapis, cat, atau bahan finishing lainnya yang digunakan pada furnitur. Peraturan Formaldehyde Standards for Composite Wood Products Act mengatur batas emisi formaldehida yang sangat rendah agar tidak membahayakan konsumen. - Food and Drug Administration (FDA):
Meskipun FDA lebih fokus pada keamanan makanan dan obat, produk furnitur tertentu seperti furnitur anak-anak harus memenuhi standar ketat FDA mengenai bahan kimia dalam finishing untuk memastikan keamanannya. - California Air Resources Board (CARB) – CARB Phase II:
Standar ini menetapkan batas emisi formaldehida yang sangat rendah untuk semua produk kayu yang dijual di negara bagian California. Banyak eksportir menyesuaikan produknya dengan CARB Phase II untuk memenuhi permintaan konsumen di AS.
3. Timur Tengah
- Dubai Central Laboratory (DCL) Certification:
Di Dubai, DCL memeriksa produk furnitur dan finishing untuk memastikan mereka bebas dari bahan kimia berbahaya. Sertifikasi DCL memastikan bahwa produk tersebut aman untuk digunakan di lingkungan domestik dan komersial, mengurangi risiko paparan VOC yang tinggi.
4. Jepang
- Japanese Industrial Standards (JIS):
Jepang memiliki JIS yang mengatur bahan finishing dengan batas emisi formaldehida yang sangat ketat, terutama pada produk untuk ruang interior. Untuk produk kayu komposit, JIS menetapkan standar emisi formaldehida untuk memastikan keamanan konsumen. - Eco Mark Certification:
Finishing yang ingin menembus pasar Jepang dengan citra ramah lingkungan bisa mengajukan Eco Mark Certification, yang memerlukan standar ketat mengenai senyawa beracun, VOC, dan dampak terhadap lingkungan.
5. Korea Selatan
- Korea Eco-Label:
Korea Eco-Label mencakup aturan untuk produk finishing yang aman dan ramah lingkungan, memastikan bahwa produk tersebut mengandung senyawa VOC rendah dan bebas dari zat berbahaya seperti formaldehida dan logam berat. - Korea Environmental Industry and Technology Institute (KEITI):
KEITI mengatur penggunaan bahan kimia berbahaya pada produk furnitur dan finishing, terutama yang digunakan di dalam ruangan. Produk yang disertifikasi oleh KEITI dianggap aman dan ramah lingkungan.
Tips untuk Mematuhi Standar Keamanan Finishing Internasional:
- Gunakan Finishing VOC Rendah:
Pilih finishing dengan emisi VOC rendah untuk memastikan keamanan dan memenuhi standar internasional, terutama untuk pasar Eropa dan Amerika yang sangat memperhatikan emisi. - Pastikan Bebas dari Logam Berat:
Hindari penggunaan bahan finishing yang mengandung logam berat seperti timbal atau merkuri, karena ini sangat dilarang di banyak negara. - Cek Kepatuhan Terhadap Standar Formaldehida:
Pastikan bahwa finishing yang digunakan tidak menghasilkan emisi formaldehida melebihi batas yang ditetapkan oleh regulasi, terutama jika produk akan diekspor ke Amerika Serikat atau Jepang. - Pilih Produk dengan Label Ramah Lingkungan:
Banyak negara menghargai produk yang memiliki label ramah lingkungan, seperti EU Ecolabel atau Korea Eco-Label. Ini menunjukkan bahwa produk tersebut aman, ramah lingkungan, dan sesuai dengan standar keamanan.
Semua Kebutuhan Finishing Ramah Lingkungan Bisa Anda Dapatkan di Sini!
Memahami pasar tujuan, standar produk, prosedur ekspor, dan persyaratan keamanan finishing sangat penting bagi pelaku industri kerajinan kayu, rotan, dan bambu Indonesia untuk dapat bersaing di pasar internasional. Dengan memenuhi persyaratan ini, produk Indonesia tidak hanya dapat diterima di berbagai negara, tetapi juga dapat meningkatkan reputasi Indonesia sebagai penghasil produk ramah lingkungan yang berkualitas tinggi.